TINDAKAN AMORAL YANG BUKAN TINDAK PIDANA
“PERZINAHAN DI LUAR PERKAWINAN”
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan
memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat.
Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan overspel yang pengertiannya jauh lebih
sempit dari pada zina itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu
pelaku atau kedua pelaku telah terikat tali perkawinan. Hal ini berbeda dengan
konsepsi masyarakat/bangsa Indonesia yang komunal dan religius. Setiap bentuk
perzinahan, baik telah terikat tali perkawinan maupun belum, merupakan
perbuatan tabu yang melanggar nilainilai kesusilaan. Konsepsi masyarakat
seperti ini tidak banyak berarti banyak jika hukum pidana nasional mendatang
tidak mengakomodasi dalam ketentuannya.
Masalah delik perzinahan merupakan salah satu contoh aktual adanya
benturan antara pengertian dan paham tentang zina dalam KUHP Pasal 284 dengan
kepentingan/nilai sosial masyarakat. Benturan-benturan yang sering terjadi di
masyarakat, acapkali menimbulkan kejahatan baru seperti pembunuhan,
penganiayaan, atau main hakim sendiri. Perzinahan dipandang sebagai perbuatan
dosa yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita, dan dipandang sebagai suatu
penodaan terhadap ikatan suci dari perkawinan.
Tindak pidana perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP ayat (1)
KUHP itu merupakan suatu tindak pidana yang harus dilakukan dengan sengaja. Ini
berarti bahwa unsur kesengajaan itu harus terbukti pada si pelaku agar ia dapat
terbukti sengaja dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinahan dari
tindak pidana-tindak pidana perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1)
KUHP.
Menurut Simons, untuk adanya suatu perzinahan menurut Pasal 284
KUHP itu diperlukan adanya suatu vleeslijk gemeenschap atau diperlukan adanya
suatu hubungan alat-alat kelamin yang selesai dilakukan antara seorang pria
dengan seorang wanita. Sehingga apabila dilakukan oleh dua orang yang berjenis
kelamin sama bukan merupakan perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP dan
jika dilakukan oleh mereka yang belum dalam ikatan pernikahan dengan orang lain
tidak termasuk pula. Syarat lain yang perlu diperhatikan agar perbuatan
melakukan hubungan kelamin antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah
satu atau keduanya telah kawin dapat disebut sebagai delik perzinahan menurut
KUHP adalah bahwa tidak adanya persetujuan di antara suami isteri itu. Artinya
jika ada persetujuan di antara suami dan isteri, misal suami yang bekerja
sebagai mucikari dan isterinya menjadi pelacur bawahannya maka perbuatan
semacam itu bukanlah termasuk perbuatan zina.[1]
Pandangan masyarakat demikian ini tidak jauh berbeda dengan
pandangan Sahetapy perbuatan bersetubuh yang tidak sah berarti persetubuhan
yang bukan saja dilakukan oleh suami atau isteri di luar lembaga perkawinan, tetapi juga persetubuhan yang dilakukan oleh
pria dan wanita di mana keduanya belum menikah, kendatipun sudah bertunangan.
Perbedaan definisi zina atau perzinahan baik menurut hukum islam
maupun para ahli dikarenakan dalam KUHP zina itu dilakukan oleh bukan suami
isteri yang salah satu atau dua-duanya sudah dalam hubungan perkawinan.
Sehingga untuk zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang tidak
dalam status kawin atau masih lajang tidak ada aturannya. Untuk itu hal ini
dapat dikategorikan sebagai perilaku amoral yang bukan tindak pidana karena
belum ada aturannya. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai perilaku
amoral yang bukan tindak pidana berupa zina masa lajang.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud perilaku amoral?
2.
Apa
yang dimaksud perilaku amoral bukan tindak pidana?
3.
Bagaimana
perilaku amoral perzinahan yang belum terikat tali perkawinan?
III.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan perilaku amoral;
2.
Untuk
mengetahui yang dimaksud perilaku amoral bukan tindak pidana;
3.
Untuk
mengetahui perilaku amoral perzinahan yang belum terikat perkawinan.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
PENGERTIAN
PERILAKU AMORAL
Amoral adalah
perilaku yang tidak mencerminkan kebaikan yang dilakukan oleh pelaku perbuatan
tersebut, sehingga dapat meresahkan lingkungan maupun orang yang berada di
sekitar si pelakunya. Artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai
positif di mata manusia lainnya. Inti dari Perilaku Amoral adalah tidak
mengindahkan keadaan dan perasaan orang yang akan mengalami perbuatan akibat si
pelaku tersebut.
Dari
perspektif sosiologi amoral diartikan Tidak memiliki moral yang baik. Namun
menurut Bertens mengatakan bahwa menyebut amoral dengan kata tidak memiliki
moral itu merupakan hal yang sangat kasar. Sehingga Bertens mengatakan amoral
adalah sebagai tindakan yang netral dari sudut moral atau tidak mempunyai
relevansi etis.
II.
PERILAKU AMORAL BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA
Seperti
yang telah dijelaskan diatas mengenai pengertian Amoral, dalam viktimologi juga
dibahas mengenai perilaku amoral yang dibagi menjadi:
1.
Perilaku amoral yang bukan tindak pidana; dan
2.
Perilaku tindak pidana tapi tidak amoral.
Perilaku amoral yang bukan tindak pidana adalah
perilaku yang tidak bermoral atau melanggar moral dalam masyarakat namun bukan
merupakan tindak pidana. Tidak termasuk tindak pidana karena belum ada regulasi
atau aturan yang jelas mengenai perilaku amoral tersebut, dimana dalam KUHP
mengandung asas bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana apabila belum ada
aturannya.
Jadi perilaku amoral bukan tindak pidana adalah
perilaku yang bertentangan dengan moral yang ada di dalam masyarakat namun
tidak diatur dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
III.
PERZINAHAN DILUAR PERKAWINAN (ZINA PRA-NIKAH)
Kata perzinaaan berasal
dari kata dasar zina yang dapat berarti:
1.
Perbuatan bersenggama
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh tali perkawinan
(pernikahan).
2.
Perbuatan bersenggama
antara seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang
bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang
laki-laki yang bukan suaminya.
Sedangkan menurut
Purwadarminta, zina merupakan perbuatan bersetubuh yang tidak sah, seperti
besundal, bermukah dan bergendak. Istilah zina merupakan istilah serapan yang
diambil dari bahasa Arab. Penyerapan istilah dari bahasa asing ini dimaksudkan
bahwa kata zina terlalu banyak sinonimnya di dalam istilah bahasa Indonesia,
bermukah dan bergendak.
Zina
adalah hubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali
perkawinan secara sah menurut agama. Di dalam Pasal 284 KUHP diatur mengenai
perzinahan sebagai berikut:
1.
Diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan:
1)
a. Seorang
pria yang telah kawin yang melakukan zina padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku
baginya;
b.
Seorang wanita yang
telah kawin yang melakukan zina.
2)
a. Seorang
pria yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahuinya bahwa
yang turut bersalah telah kawin.
b.
Seorang wanita yang
telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya
bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
2.
Tidak dilakukan
penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilamana
bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan
permintaan bercerai atau pidah meja atau ranjang karena alasan itu juga.
3.
Terhadap pengaduan ini
tidak berlaku pasal 72, pasal 73, pasal 75 KUHP.
4.
Pengaduan dapat ditarik
kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
5.
Jika bagi suami isteri
berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum
diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja
atau ranjang menjadi tetap.
Pemakaian kata zina
untuk mengartikan kata overspel yang
berasal dari bahasa Belanda pada Pasal 284 ayat (1) KUHP dipandang oleh
beberapa pihak tidak tepat. Menurut Wiryono Prodjodikoro, kata zina dalam Pasal
284 ayat (1) KUHP itu berbeda dengan kata zina menurut hukum Islam. Sehingga
dapat dimengerti apabila terjadi perbedaan dalam mengartikan kata overspel
tersebut dalam berbagai terjemahan Wetboek van Strafrecht sebagai naskah asli KUHP Indonesia.[2]
Seperti yang tertulis pada KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tersebut,
tidak ada larangan melakukan perzinahan diluar perkawinan bagi mereka yang
lajang (belum terikat pernikahan resmi). Jika salah satu atau kedua pasangan
telah menikah dan melakukan zina, maka penuntutannya bersifat “delik aduan”,
yaitu aduan yang bersifat pribadi yang memiliki syarat, yaitu harus ada aduan
dari pihak yang dirugikan. Jika tidak ada aduan maka tidak dapat dipidanakan.
Perzinahan di luar perkawinan dianggap melanggar hukum disebabkan oleh
adanya hukum asusila masyarakat yaitu hukum atau aturan yang tumbuh dalam
masyarakat sesuai dengan adat, tradisi, atau agama dalam masyarakat tersebut.
Penggerebekan pasangan tidak menikah sering terjadi karena dianggap tidak
pantas atau melanggar norma moral oleh masyarakat tertentu, bukan karena
melanggar hukum negara.
Karena kurangnya regulasi pengaturan hukum positif di Indonesia tentang
perzinahan, terutama tidak adanya aturan mengenai zina di luar pernikahan maka
perilaku tersebut tidak dapat dipidana. Pasal 284 KUHP tidak bisa diberlakukan. Sebagaimana dinyatakan bahwa
unsur subjektif dari Pasal 284 KUHP adalah apabila terdapat pihak yang terikat
perkawinan dengan orang lain. Oleh karena itu, tidak terdapat konsekuensi hukum
yang didapat jika melakukan hubungan badan dengan dasar suka sama suka oleh
pasangan yang tidak terikat tali perkawinan. Hal yang bisa terjadi hanyalah
konsekuensi moral yang diberikan oleh masyarakat sekitar terhadap pihak yang
melakukan.
Dengan demikian perilaku atau tindakan perzinahan
diluar perkawinan seperti yang telah dijelaskan di atas dikategorikan sebagai
perbuatan amoral yang tidak dipidana atau illegal. Meskipun dalam praktek
tindakan ini sering dikaitkan dengan tindak pidana lain seperti pencabulan dan
pemerkosaan, ataupun menggunakan regulasi aturan hukum lain.
BAB I
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
Perilaku amoral adalah perilaku yang bertentangan dengan moral yang
ada di masyarakat. perilaku amoral tersebut ada yang telah diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan ada juga yang belum diatur. Salah satunya
adalah mengenai perzinahan yang dilakukan di luar perkawinan, artinya para
pelaku perzinahan sama-sama belum menikah atau lajang.
Perzinahan di luar perkawinan tersebut tidak dapat dijadikan
sebagai tindak pidana karena belum ada ketentuan pidana di Indonesia mengenai
hal tersebut. Sehingga perzinahan di luar perkawinan merupakan perbuatan amoral
yang bukan tindak pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Lamintang. 1990. Delik-delik Khusus: Tindak Pidana-Tindak Pidana
yang Melanggar Normanorma Kesusilaan dan Norma.
Prodjodikoro Wirjono. 1986. Asas-asas Hukum Pidana di
Indonesia. Bandung:Eresco.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar