BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Di era modernisasi seperti sekarang ini alat transportasi menjadi
semakin penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan
pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan
akan mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya
tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana
barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan
meningkat.
Bidang pengangkutan pun kini semakin maju terutama di
bidang pengangkutan, kalau jaman tradisional pengangkutan darat menggunakan
becak, delman, atau sepeda. Kini semua itu telah tersingkir dengan adanya
transportasi yang menggunakan mesin motor seperti sepeda motor, mobil, taxi,
bis, dan lain-lain yang banyak kita temui di jalan umum, begitu juga dengan
perkereta apian, jika dulu kereta api menggunakan mesin uap kini semakin modern
dan modifikasi bahkan ada kereta api super cepat yang bisa kita temui di
negara-negara maju.
Ada tiga jenis pengangkutan yaitu pengangkutan darat,
pengangkutan laut, dan pengangkutan udara yang semuanya itu diatur didalam
Undang-Undang.
Dengan semakin banyaknya jenis moda pengangkutan maka
dibuatlah UU tentang Pengangkutan yang sebelumnya telah ada di dalam KUHD namun
yang diatur hanya mengenai pengangkutan dengan kapal, karena pada saat di
buatnya KUHD pengangkutan dari suatu pulau ke pulau lain maupun dari suatu
negara ke negara lain hanya hanya melalui Kapal Laut.
Namun sekarang pengangkutan antar pulau ataupun antar
negara dapat juga dilakukan melalui udara yaitu dengan pesawat, dengan begitu
kata Kapal yang terdapat delam KUHD ataupun KUHPerdata dapat diartikan dengan
Kapal Udara atau pesawat. Namun makalah ini tidak akan membahas tentang pengangkutan
laut dan udara tetapi pengangkutan melalui darat yang dibagi menjadi dua yaitu
pengangkutan jalan umum dan pengangkutan kereta api yang keduanya dapat
mengangkut orang maupun barang. Untuk lebih jelasnya saya akan uraikan lebih
lanjut mengenai angkutan darat.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud hukum pengangkutan?
2.
Dimana
hukum pengangkutan diatur?
3.
Apa
saja jenis-jenis pengangkutan?
4.
Apa
yang dimaksud pengangkutan darat?
III.
TUJUAN
1.
Agar
pembaca mengetahui apa yang dimaksud hukum pengangkutan;
2.
Agar
pembaca mengetahui peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan;
3.
Agar
pembaca mengetahui jenis-jenis pengangkutan;
4.
Agar
pembaca mengetahui yang dimaksud pengangkutan darat.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
HUKUM
PENGANGKUTAN
A.
PENGERTIAN
1.
Hukum
Hukum adalah
sekumpulan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan
dibuat oleh pejabat yang berwenang yang menentukan tingkah laku masyarakat.
Menurut Prof.
Dr. Mochtar Kusumaatmadja, hukum ialah keseluruhan kaidah- kaidah serta asas-asas
yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara
ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya
kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat. sedangkan menurut Simorangkir dan
Wirjono Sastropranoto hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa
yang menentukan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh
badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan
tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukum tertentu.
2.
Pengangkutan
Pengangkutan
merupakan perbuatan hukum yang ada landasan atau dasarnya dan menimbulkan
akibat hukum.
Pengangkutan
adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana
pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan
atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat,
sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.[1]
Menurut
Soekardono, pengangkutan adalah perpindahan tempat mengenai benda-benda atau
orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan
meningkatkan manfaat serta efisiensi.
Sedangkan
menurut Abdulkadir Muhammad pengangkutan adalah proses kegiatan memuat
barang/penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang/penumpang dari
tempat pemuatan ketempat tujuan, dan menurunkan barang/penumpang dari alat
pengangkutan ke tempat yang ditentukan.
3.
Hukum
Pengangkutan
Dari pengertian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa hukum pengangkutan adalah sekumpulan
kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang mengatur
tentang pengangkutan.
B.
UNSUR-UNSUR
PENGANGKUTAN
1.
Alat
angkutnya itu sendiri
2.
Fasilitas
yang akan dilalui oleh alat pengangkutan
3.
Tempat
persiapan pengangkutan.
C.
ASPEK-ASPEK
PENGANGKUTAN
1.
Pelaku,
yaitu orang yang melakukan pengangkutan;
2.
Alat
pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan;
3.
Objek
pengangkutan, yaitu muatan yang diangkut baik barang ataupun penumpang/orang.
II.
PERJANJIAN
PENGANGKUTAN
A.
PENGERTIAN
Menurut
Purwosutjipto perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara
pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar biaya pengangkutan.
Sedangkan
menurut Subekti, perjanjian pengangkutan adalah perjanjian dimana satu pihak
menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat
kelain tempat, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.
B.
DASAR
HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Buku III KUHPerdata
1.
Pasal
1313 KUHPerdata
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
C.
ASAS-ASAS
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
1.
Asas
kebebasan berkontrak
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang bebas
mengadakan suatu perjanjian apa saja, baik perjanjian itu sudah diatur dalam UU
maupun belum diatur dalam UU.
2.
Asas
Pacta Sunt Servanda
Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat
bagi mereka yang membuatnya seperti undang-undang.
D.
UNSUR-UNSUR
PERJANJIAN PENGANGKUTAN
1.
Perjanjian
timbal balik yaitu suatu perjanjian dimana para pihak mempunyai hak dan
kewajiban sama.
2.
Para
pihak adalah pengangkut, penumpang, pengirim, walaupun dimungkinkan adanya
pihak ketiga yang berkepentingan.
3.
Objek
pengangkutan adalah barang dan atau orang.
4.
Kewajiban
pengangkutan menyelenggarakan pengangkutan dengan selamat.
5.
Kewajiban
pengirim dan/atau penumpang membayar biaya pengangkutan
E.
SYARAT
SAHNYA PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Dalam
Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan syarat sahnya perjanjian yaitu:
1.
Adanya
kesepakatan para pihak,
2.
Kecakapan
bertindak,
3.
Suatu
hal tertentu,
4.
Suatu
sebab yang halal.
F.
PIHAK-PIHAK
DALAM PENGANGKUTAN
1.
Pengangkut
2.
Pengirim
3.
Penerima
Ad. 1 Menurut Purwosutjpto, pengangkut
adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat.
Sedangkan menurut Sri Rejeki Hartono, pengangkut adalah mereka yang mempunyai
wewenang mengadakan perjanjian pengangkutan dan memikul beban resiko tentang
keselamatan barang-barang yang diangkut.
Menurut Achmad Ichsan,
pengangkut aadalah yang bertugas dan berkewajiban mengangkut dan yang bertanggungjawab
terhadap semua kerugian yang diderita dalam pengangkutan.
Ad. 2 Pengirim adalah pihak yang membuat
perjanjian pengangkutan dengan pihak pengangkut untuk menyelenggarakan
pengangkutan dengan selamat, sesuai dengan perjanjian, dan sebagai kontra
prestasinya pengirim membayar biaya pengangkutan.
Ad. 3 Penerima adalah pihak ketiga yang
berkepentingan terhadap diterimanya barang kiriman. Penerima disini mungkin si
pengirim yang telah mengadakan perjanjian pengangkutan deagn pengangkut,
mungkin juga pihak ketiga yang tidak ikut di dalam perjanjian.
Kedudukan penerima:
1.
Bisa
sekaligus pengirim, yaitu pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan
pengangkut atau
2.
Orang
lain yang ditunjuk oleh pengirim untuk menerima barang-barang yang dikirimnya.
Beberapa
pendapat tentang kedudukan penerima:
1.
Penerima
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan seperti yang dimaksud dalam Pasal 1317
KUHPerdata yang berbunyi: “ Lagi pula diperbolehkan untuk minta ditetapkan
janji khusus, yang dibuat guna kepentingan pihak ketiga, apabila suatu
penetapan janji yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri atau suatu
pemberian yang dilakukan kepada orang lain mengandung suatu janji seperti itu.”
Pasal 1317 ayat (2) “Orang Yang membuat janji khusus itu tidak
boleh mencabut janji nya, kalau pihak ketiga sudah menyatakan akan memanfaatkan
janji khusus itu”.
2.
Penerima
sebagai cessionaris diam-diam.
3.
Penerima
sebagai pemegang kuasa atau penyelenggara urusan si pengirim.
III.
PENGANGKUTAN
DARAT
pengangkutan
darat diatur dalam:
1.
KUHD
Buku I BAB V bagian 2 dan 3 pasal 90-98
Dalam bagian ini diatur sekaligus pengangkutan darat dan perairan
darat tetapi khusus pengangkutan barang.
2.
UU
No. 23 Tahun 2007 tentang perkeratapian;
3.
UU
No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
4.
UU No.
6 Tahun 1984 tentang Pos
5.
22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas
dan Angkutan Jalan
6.
Undang-undang No.36 Tahun 1999 dan
PP No.52 Tahun 2000 tentang Telekomunikasi
Pengangkutan darat terdiri dari pengangkutan orang dan pengangkutan
barang dengan melalui jalan umum atau dengan kereta api maupun dengan Pos atau
TELKOM.
A.
PENGANGKUTAN
BARANG
1)
Perjanjian
Pengangkutan Barang
Terletak dalam
bagian II buku 1 KUHD tentang Ekspeditur yang menentukan bahwa perjanjian
pengangkutan tidak bersifat konsensual tetapi tertulis. Namun apabila surat
muatan tidak ada perjanjian tidak batal dan tidak ada sanksi sehingga surat
muatan disini hanya sebagai tanda bukti telah ada perjanjian pengangkutan.
Surat muatan hanya ditandatangani oleh pengirim/ ekspeditur.
2)
Pengangkut
Pengangkut adalah
pihak yang langsung mengadakan perjanjian pengangkutan. Jadi dialah yang
bertanggungjawab secara langsung terhadap pengirim.
3)
Kewajiban
Pengangkut
(1)
Menyelenggarakan
pengangkutan dengan sebaik-baiknya dari tempat pemberangkatan sampai ke tempat
tujuan;
(2)
Mengusahakan
agar barang-barang yang diangkut tetap dalam keadaan lengkap tidak rusak untuk
diserahkan pada pihak yang dialamati.
4)
Hak
Pengangkut
(1)
Menerima
pembayaran dari biaya pengangkutan yang sudah diselenggarakan;
(2)
Apabila
terjadi sengketa tentang biaya pengangkutan maka dapat diajukan ke Pengadilan
Negeri setempat.
5)
Tanggung
Jawab Pengangkut
(1)
Menyelenggarakan
pengangkutan barang dari tempat asal sampai ke tempat tujuan dengan selamat.
(2)
Berdasarkan
Pasal 91 KUHD pengangkut harus mengganti kerugian yang diderita oleh para pihak
yang dirugikan. Namun pengangkut dapat mengelak dari sanksi tersebut dengan
membuktikan bahwa ketidaksempurnaan prestasi tersebut disebabkan oleh:
a.
Cacat
yang melekat pada barang itu sendiri.
b.
Kesalahan
dan atau kelalaian sendiri pada pengirim/ ekspeditur.
c.
Keadaan
memaksa (overmacht)
(3)
Luas
batas tanggung jawab pengangkut
a.
Kerugian
yang nyata-nyata sudah diderita
b.
Keuntungan
yang diperkirakan akan diperoleh apabila prestasi pengangkut sempurna.
c.
Kerugian
terbatas pada kerugian yang layak dapat diperkirakan pada saat perjanjian
diadakan dan merupakan akibat langsung dan seketika dan tidak terlaksananya
perjanjian pengangkutan.
B.
PENGANGKUTAN
ORANG
Dalam KUHD
maupun KUHPerdata tidak diatur tentang pengangkutan orang melalui darat dan
perairan darat sehingga ketentuan tentang perjanjian pengangkutan di darat
dapat didasarkan pada ketentuan umum tentang perjanjian pada umumnya yaitu
Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata.
C.
PENGANGKUTAN
MELALUI JALAN UMUM
1)
Dasar
Hukum
UU No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
PP No. 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan
PP No. 42 Tahun 1993 tentang pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan
2)
Pengertian
Pengangkutan
melalui jalan umum adalah pengangkutan yang dilakukan dengan mengunakan
kendaraan sebagai suatu alat angkut di jalan yang terdiri dari kendaraan
bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
Kendaraan bermotor dikelompokkan menjadi:
a.
Sepeda
motor
Adalah kendaraan bermotor beroda dua atau tiga tanpa rumah-rumah
baik dengan atau tanpa kereta samping.
b.
Mobil
penumpang
Adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya
delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun
tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
c.
Mobil
Bus
Adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari delapan
tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa
perlengkapan pengangkutan bagasi.
d.
Mobil
barang
Adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam
sepeda motor, mobil penumpang dan Bus.
e.
Kendaraan
khusus
Adalah kendaraan yang selain disebutkan diatas misalnya caravan,
Ambulance, dan Narapidana.
3)
Tujuan
pengangkutan darat melalui jalan umum
Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain yang mendorong
perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa.
4)
Asas
Angkutan Jalan Umum
Pasal
2 UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan:
a.
Asas
transparan
Transparan artinya ada keterbukaan dalam penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan kepada masyarakat luas dalam memperoleh informasi
yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat punya kesempatan
berpartisipasi bagi perkembangan lalu lintas dan angkutan jalan.
b.
Asas
akuntabel
Dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat
dipertanggungjawabkan.
c.
Asas
berkelanjutan
Penjaminan kualitas fungsi lingkungan melalui peraturan persyaratan
teknis, laik kendaraan dan rencana umum pembangunan serta pengembangan lalu
lintas dan angkutan jalan.
d.
Asas
partisipasi
Peran serta masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan,
penanganan kecelakaan dan pelaporan atas peristiwa yang terkait dengan lalu
lintas dan angkutan jalan.
e.
Asas
manfaat
Semua kegiatan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang
dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
f.
Asas
efisien dan efektif
Pelayanan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang
dilakukan oleh setiap Pembina pada jenjang pemerintahan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
g.
Asas
seimbang
Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang harus
dilaksanakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana serta
pemenuhan hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyelenggara.
h.
Asas
terpadu
Penyelenggaraan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang
dilakukan dengan mengutamakan keserasian dan kesalingtergantungan, kewenangan
dan tanggungjawab antar instansi Pembina.
i.
Asas
mandiri
Upaya penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan melalui
pengembangan dan pemberdayaan sumber daya nasional.
5)
Tanggung
jawab Pengangkut melalui jalan umum
a.
Pengusaha
angkutan umum wajib mengangkut orang/atau barang setelah adanya perjanjian
pengankutan/ pembayaran biaya angkutan.
b.
Karcis
penumpang atau surat angkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi
perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan.
c.
Pengusaha
angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang
pengirim barang atau pihak ketiga karena kelalaiannya.
d.
Besarnya
ganti rugi adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang/
pengirim barang atau pihak ketiga.
D.
DANA
LALU LINTAS KECELAKAAN JALAN
1)
Pengusaha/
pemilik alat pengangkutan lalu lintas jalan setiap tahun wajib membayar iuran
2)
Apabila
melalaikan kewajiban ini maka dapat dipidana dengan hukuman denda.
3)
Selain
itu pengusaha dapat dicabut:
a.
Surat
nomer kendaraan bermotor
b.
Surat
uji kendaraan bermotor
c.
Ijin
trayek selama-lamanya satu tahun
4)
Pembebasan
iuran wajib adalah pengusaha atau pemilik:
a.
Sepeda
motor kembang dengan isi silinder kurang dari 50 cc
b.
Kendaraan
ambulance
c.
Kendaraan
pemadam kebakaran
d.
Kendaraan
jenazah
e.
Kereta
api
5)
Pembayaran
dana tidak mengurangi tanggung jawab pengangkut atau pihak lain yang dapat
dipersalahkan menurut hukum pidana maupun perdata. Jadi penumpang sesudah
menerima penggantian dari PT. Jasa Raharja masih berhak untuk menuntut ganti
kerugian pada pengangkut bila ada alasan untuk itu.
6)
Jasa
Raharja atau asuransi yang diberikan kepada seseorang yang mengalami kerugian,
apabila:
a.
Meninggal
dunia mendapat uang Jasa Raharja sebesar 25 juta rupiah.
b.
Cacat
tetap mendapat uang maksimal 25 juta rupiah tergantung dengan cacat yang
melekat.
c.
Biaya
perawatan mendapat uang sebesar 10 juta rupiah.
BAB III
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
Hukum
pengangkutan adalah sekumpulan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa yang mengatur tentang pengangkutan. perjanjian pengangkutan
adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau
orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Pengangkutan
terdiri dari pengangkutan darat, udara, dan pengangkutan laut. Pengangkutan
darat terdiri dari pengangkutan orang dan pengangkutan barang dengan melalui
jalan umum atau dengan kereta api maupun dengan Pos atau TELKOM yang diatur
dalam KUHD DAN KUHPerdata. Perjanjian pengangkutan tidak bersifat konsensual
tetapi tertulis. Namun apabila surat muatan tidak ada perjanjian tidak batal
dan tidak ada sanksi sehingga surat muatan disini hanya sebagai tanda bukti
telah ada perjanjian pengangkutan. Surat muatan hanya ditandatangani oleh
pengirim/ ekspeditur.
Dalam KUHD maupun KUHPerdata tidak
diatur tentang pengangkutan orang melalui darat dan perairan darat sehingga
ketentuan tentang perjanjian pengangkutan di darat dapat didasarkan pada
ketentuan umum tentang perjanjian pada umumnya yaitu Pasal 1338 dan 1339
KUHPerdata
DAFTAR PUSTAKA
Krisnoe, Kartika W. 2014. Hand Out
Hukum Pengangkutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar