TRADISI MALAM 1 SURO
DI NGADIREJO TEMANGGUNG
Setiap daerah pasti memiliki adat
istiadat yang berbeda-beda, tentu juga terdapat tradisi-tradisi yang rutin
dilaksanakan oleh masyarakat daerah tersebut yang biasanya karena kepercayaan
masyarakat terhadap nenek moyang pendahulu, juga sebagai bentuk persembahan
kepada yang menguasai daerah tersebut atau dalam bahasa jawa disebut “sing mbau
rekso”, yaitu seseorang yang dipercaya menduduki atau menguasai daerah tersebut
sebelum mereka.
Begitu juga di daerah Temanggung
terdapat suatu tradisi yang biasa dilakukan setiap malam satu suro atau satu
muharam oleh masyarakat sekitar, tepatnya di sendang Sidhukun desa Traji,
kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Tradisi tersebut
diawali dengan sebuah ritual yaitu Kepala Desa di dampingi istrinya diarak
menggunakan kereta atau delman dari rumah ke sendang Sidhukun dengan berpakaian
pengantin adat jawa selayaknya pengantin baru. Dengan diikuti warga masyarakat
setempat yang mengusung tandu sesaji yang disebut Angsung Bulu Bekti dan
Gunungan yang berisi sesaji kepala kambing, bunga wangi, pisang raja, dan
buah-buahan lain serta minuman kopi yang harus menggunakan wadah panci
tertutup, wedang santen dan kemudian ketan bakar, sedangkan gunungannya berisi
hasil bumi atau hasil pertanian daerah setempat yaitu kacang panjang, sawi,
cabai, bawang merah, bawang putih, terong, dan singkong.
Ritual tersebut dilakukan sekitar
pukul 18.00-19.00 WIB. Setelah pengantin dan para pengiringnya sampai di
sendang maka dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Kepala Desa dan dilakukan
penyebaran gunungan ke sendang, di sana sudah ada kerumunan orang-orang yang
menyaksikan acara tersebut untuk menangkap gunungan yang disebarkan tersebut.
Merea juga antre untuk mendapatan air dari mata air sendang Sidhukun yang
dilakukan oleh juru kunci sendang. Masyarakat berkeyakinan akan mendapat berkah
dan emudahan jika mengiuti acara tersebut atau jika mendapat hasil dari
gunungan tersebut. Mata air sendang juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai
penyait dan membuat awet muda.
Selain itu dilakukan ritual
“Kacar-Kucur” yaitu seperti siraman pengantin, ini dilakukan oleh Kepala Desa
dan Istrinya. Setelah dilakukan siraman selanjutnya dilakukan dengan
mengelilingi sendang diikuti beberapa perangkat desa.
Setelah kembali ke balai desa,
Kepala Desa Traji beserta istri duduk berdampingan dan mendapat penghormatan
berupa sungkeman dari seluruh perangkat desa. Pada kesempatan itu mereka
membagikan uang logam kepada siapapun yang sungkeman sebagai simbol berkah atas
ritual. Ritual diakhiri dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk selama
tujuh malam.
Tradisi itu bermula dari kisah dalang wayang kulit bernama Garu. Dia didatangi
orang berpakaian bangsawan yang mengaku berasal dari Desa Traji dan meminta
untuk mementaskan wayang kulit setiap 1 suro. Setelah mementaskan wayang Garu
dibayar oleh orang itu berupa kunir 1 nampan, namun Garu hanya mengambil 3
kunir saja.
Ketika hendak pulang Garu di di beri amanat
oleh orang itu. Garu tidak boleh menoleh sebelum 7 langkah, namun Garu tidak
mengindahkan pesan itu. Ketika menoleh
ternyata orang itu sudah hilang, tempat itu berubah menjadi sendang atau kolam
dan 3 kunir yang diambilnya berubah menjadi emas batangan.
Setelah itu Garu sadar tenyata orang itu bukan sembarangan orang, kemudian
beliau pergi ke sesepuh Desa Traji dan meminta setiap
Suro ada pementasan wayang di desa tersebut.
Tradisi tersebut sempat mau dihilangkan, namun baru rencana saja warga setempat
banyak yang mengalami kesusahan, gagal panen, kekeringan dan banyak orang
sakit. Sehingga sampai sekarang tradisi kebudayaan tersebut masih berlangsung
setiap tahunnya dan tradisi budaya ini terus dilestarikan. Masyarakat
hingga saat ini memercayai akan mendapatkan rezeki melimpah, dagangan laris,
tanaman pertanian subur, dan mereka yang menjadi pegawai dapat bekerja secara
baik setelah mengikuti ritual tersebut.
Pagelaran wayang kulit ini diyakini akan berpengaruh pada
keberhasilan kehidupan mereka. Sebab, selain sebagai salah satu bentuk
persembahan terima kasih kepada alam, juga dalam cerita wayang mengandung
ajaran-ajaran tentang filosofi hidup.
Dapat
disimpulkan ritual tradisi diatas:
1)
Bahwa
Pelaksanaan upacara adat 1 Sura di Desa Traji merupakan warisan leluhur yang
sudah menjadikan adat istiadat yang tidak dapat ditinggalkan dan harus
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Traji.
2)
Pertimbangan
masyarakat Desa Traji selalu melaksanakan ritual upacara adat 1 Sura adalah
sebagai berikut:
a.
Sarana
memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b.
Menjadikan
sebagai wisata agar perekonomian masyarakat Desa Traji lebih berkembang,
c.
Sebagai
wadah menggalang persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat beragama,
d.
Melestarikan
adat kebudayaan tradisional masyarakat Desa Traji peninggalan nenek moyang; Dan
3)
Adapun
corak adat yang tercermin dalam pelaksanaan upacara adat 1 Sura yaitu: corak
komunal (kebersamaan), religio magis (kepercayaan), dan tradisional.
4)
Ritual ini mempunyai maksud-maksud yang lebih ilmiah, yaitu menumbuhkan
kerukunan di antara warga desa Traji yang terdiri dari berbagai agama dan
kepercayaan. “Nawu sendang”, dimaksudkan sebagai usaha untuk memelihara sumber
mata air agar tidak liar menjadi bajir atau malah mati menjadi kering dan
harapannya kedepan tidak terjadi bencana.
Casinos Near Me - Find Casino Cities in Your State
BalasHapusBest Casinos Near Me k9win · 1. Wild Casino - Near Me pci e 슬롯 - Pick w88dashboard Up Online Casino · 2. BetMGM - Near Me - 코인갤 Casino in Las Vegas · 3. Caesars 사다리 게임 사이트