BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pada era reformasi ini, upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan
yang demokratis, bersih dan berwibawa telah menjadi prioritas utama bagi rakyat
dan pemerintah Indonesia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi di bidang pemerintahan telah terjadi perubahan yang mendasar melalui
perwujudan tata pemerintahan yang demokratis dan baik ( democratic and good
governance). Pemerintahan perlu memperoleh perhatian dalam upaya reformasi itu
adalah penataan aparatur pemerintah. Pegawai negeri sipil sebagai alat
pemerintah (aparatur pemerintah) memiliki keberadaan yang sentral dalam membawa
komponen kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan pemerintah guna
terealisasinya tujuan nasional. Komponen tersebut terakumulasi dalam berntuk
pendistribusian tugas, fungsi, dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai
negeri sipil sebagai penyelenggara kebijakan publik harus mampu menciptakan
perubahan sistem dalam hukum kepegawaian dengan adanya penyesuaian-penyesuaian
dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban dari pegawai negeri sipil
meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan
manajemen kepegawaian.
J.H.A. Logemann dalam “over the theorievan een stellig staatsrecht”
(1984), berpendapat bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah tiap pejabat yang
mempunyai hubungan dinas public (openbare dienstbetrekking) dengan Negara.
Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam pengertian tentang makna Pegawai Negeri
Sipil yang diberikan oleh Undang Undang, sedangkan pengertian ekstensif adalah
pengertian perluasan yang dimaksud pegawai negeri dalam halhal tertentu,
misalnya ketentuan Pasal 415-437. Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan
lain-lain.
Dalam makalah ini, kami akan memberikan judul makalah “ Sanksi
Pidana Dalam Hukum Kepegawaian terhadap Seleksi Penerimaan Pegawai ASN”.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya, yaitu ;
1.
Apa
pengertian ASN menurut UU No. 5 Tahun 2014?
2.
Bagaimana
tata cara seleksi penerimaan pegawai ASN?
3.
Apa
saja bentuk pelanggaran terhadap seleksi penerimaan pegawai ASN?
4.
Bagaimana
sanksi pidana dalam hukum kepegawaian terhadap seleksi penerimaan pegawai ASN?
5.
Apakah
sanksi pidana tersebut tidak bertentangan dengan konsep hukum administrasi
negara?
C.
TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah yaitu ;
1.
Untuk
memperoleh informasi pengertian ASN menurut UU No. 5 Tahun 2014;
2.
Untuk
memperoleh informasi tata cara seleksi penerimaan pegawai ASN;
3.
Untuk
memperoleh informasi bentuk pelanggaran terhadap seleksi penerimaan pegawai
ASN;
4.
Untuk
memperoleh informasi sanksi pidana dalam hukum kepegawaian terhadap seleksi
penerimaan pegawai ASN;
5.
Untuk
memperoleh informasi apakah sanksi pidana tersebut tidak bertentangan dengan
konsep hukum administrasi negara.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ASN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 2014
Menurut ketentuan umum Pasal 1 UU No. 5 Tahun 2014,
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
bekerja pada instansi pemerintah.
Sedangkan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang
selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara
lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
B.
TATA
CARA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI ASN
Untuk
dapat mengetahui tata cara seleksi penerimaan pegawai negeri, maka sebaiknya
kita dapat membedakan ASN tersebut. ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan
egawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Tata cara seleksi penerimaan pegawai
ASN dapat dilihat dalam UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 58 sampai dengan Pasal 67 mengenai
tata cara seleksi penerimaan PNS, sedangkan Pasal 95 sampai dengan Pasal 100
mengenai tata cara seleksi penerimaan PPPK.
1.
Tata
cara seleksi penerimaan PNS
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 59
|
|
|
|
Setiap Instansi
Pemerintah merencanakan pelaksanaan pengadaan PNS.
|
|
Pasal 60
|
|
|
|
Setiap Instansi
Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat adanya kebutuhan
jabatan untuk diisi dari calon PNS.
|
|
Pasal 61
|
|
|
|
Setiap warga negara
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah
memenuhi persyaratan.
|
|
Pasal 62
|
|
|
|
1
|
Penyelenggaraan
seleksi pengadaan PNS oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara
objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang
dibutuhkan oleh jabatan.
|
|
|
|
2
|
Penyelenggaraan seleksi
pengadaan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 3 (tiga) tahap,
meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi
kompetensi bidang.
|
|
Pasal 63
|
|
|
|
1
|
Peserta yang lolos
seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 diangkat menjadi calon PNS.
|
|
|
|
2
|
Pengangkatan calon
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian.
|
|
|
|
3
|
Calon PNS wajib
menjalani masa percobaan.
|
|
|
|
4
|
Masa percobaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui proses pendidikan dan
pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat
dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul
dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi
bidang.
|
|
Pasal 64
|
|
|
|
1
|
Masa percobaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) bagi calon PNS dilaksanakan
selama 1 (satu) tahun.
|
|
|
|
2
|
Instansi Pemerintah
wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selama masa percobaan.
|
|
Pasal 65
|
|
|
|
1
|
Calon PNS yang
diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan:
|
|
|
|
|
a.
|
lulus pendidikan dan
pelatihan; dan
|
|
|
|
|
b.
|
sehat jasmani dan
rohani.
|
|
|
|
2
|
Calon PNS yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi PNS
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
|
|
|
|
3
|
Calon PNS yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sebagai
calon PNS.
|
|
Pasal 66
|
|
|
|
1
|
Setiap calon PNS pada
saat diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan sumpah/janji.
|
|
|
|
|
“Demi Allah/Atas Nama
Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah/berjanji:
|
|
|
|
|
bahwa saya, untuk
diangkat menjadi pegawai negeri sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara,
dan pemerintah;
|
|
|
|
|
bahwa saya, akan
mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab;
|
|
|
|
|
bahwa saya, akan
senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara
daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
|
|
|
|
|
bahwa saya, akan
memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
saya rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara".
|
|
|
|
Pasal 67
|
|
|
|
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengadaan PNS dan tata cara sumpah/janji PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
2.
Tata
cara seleksi penerimaan PPPK ;
|
Pasal 95
|
|
|
|
Setiap warga negara
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK
setelah memenuhi persyaratan.
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 97
|
|
|
|
Penerimaan calon PPPK
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif
berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.
|
|
Pasal 98
|
|
|
|
1)
|
Pengangkatan calon
PPPK ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.
|
|
|
|
2)
|
Masa perjanjian kerja
paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan
berdasarkan penilaian kinerja.
|
|
Pasal 99
|
|
|
|
1)
|
PPPK tidak dapat
diangkat secara otomatis menjadi calon PNS.
|
|
|
|
2)
|
Untuk diangkat
menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang
dilaksanakan bagi calon PNS dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C.
BENTUK
PELANGGARAN TERHADAP SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI ASN
Dalam proses
seleksi penerimaan pegawai ASN tidak lepas dari adanya pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh calon pegawai ASN kepada panitia penyeleksi pegawai ASN.
Bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi saat seleksi penerimaan pegawai ASN diantaranya:
1. Penyuapan
(bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik
berupa uang maupun barang yang dilakukan calon pegawai ASN kepada panitia
penyeleksi agar diterima menjadi pegawai ASN;
2. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan
(trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi
informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan
tertentu.
Hal ini
dilakukan seperti manipulasi data-data calon pegawai ASN yang diserahkan kepada
panitia seleksi dengan tujuan agar penilaian peserta seleksi lebih unggul dari
peserta lain;
3. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau
disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki
kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
Hal ini
dapat juga terjadi dalam proses seleksi penerimaan pegawai ASN, hal ini
biasanya dilakukan oleh penguasa/pegawai ASN yang menjadi panitia seleksi
dengan maksud meminta sejumlah uang kepada calon pegawai ASN dengan cara paksa
dan memudahkan calon pegawai ASN untuk
lolos seleksi;
4. Gratifikasi
Dapat berupa pemberian
hadiah kepada panitia penyelenggara seleksi pegawai ASN untuk tujuan penyuapan.
Dari bentuk
pelanggaran di atas, lebih mengarah ke tindak pidana korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
D. SANKSI PIDANA DALAM HUKUM KEPEGAWAIAN TERHADAP SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI
ASN
Para PNS melakukan tindakan yaitu tidak memenuhi kewajibannya sebagai PNS
dan melanggar yang seharusnya di patuhi, maka dapat dikenakan sanksi, yaitu “
tindakan-tindakan penghukuman untuk memaksa seseorang mentaati apa yang telah
di tentukan “.
Terhadap pelanggaran seleksi penerimaan pegawai ASN yang dilakukan
oleh calon pegawai ASN maupun panitia penyelenggara seleksi pegawai ASN dapat
dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administrasi.
Sanksi pidana
dapat diterapkan terhadap calon pegawai ASN maupun Panitia penyelenggara
seleksi pegawai ASN apabila ada pengaduan dari pihak ketiga maupun para pihak
itu sendiri dengan menunjukkan bukti yang akurat. Pemidanaan itu sendiri bisa
berupa denda, kurungan, atau pidana penjara yang dilakukan melalui proses
peradilan pidana. Sanksi yang diterapkan akan berdasar pada ketentuan –
ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang –
Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena pelanggaran terhadap seleksi Pegawai Negeri
Sipil dalam hal penerimaan pegawai biasanya termasuk dalam tindakan KKN (Korupsi
Kolusi dan Nepotisme). Sanksi yg diberikan sesuai dengan Undang-Undang No 31
Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 pasal 11.
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) terhadap pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
E.
HUBUNGAN SANKSI PIDANA DENGAN SANKSI
ADMINISTRATIF
Sanksi pidana pelanggaran seleksi
penerimaan pegawai ASN dipisahkan dari Hukum Administrasi Negara karena dalam
hukum administrasi negara, sanksi yang diberikan terhadap pejabat pemerintah
yang melakukan pelanggarah berupa sanksi administratif. Selanjutnya proses
peradilannya pun berbeda, apabila ada pelanggaran pidana maka sanksi yang di
berikan berasal dari proses peradilan pidana. Sedangkan apabila sanksi
administratif diberikan melalui proses peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan
pejabat atau badan tata usaha negara yang keluarkan di anggap benar menurut
hukum selama belum dibuktikan atau dinyatakan sebagai keputusan yang
bertentangan dengan hukum oleh hakim administratif
Jika seorang pegawai ASN melakukan
pelanggaran dalam seleksi penerimaan pegawai ASN sehingga dipidana, maka tidak
ada hubungan dengan status jabatan sebagai pegawai ASN atau pejabat negara.
thesis.umy.ac.id/datapublik/t17692.html
Sudibyo Triatmodjo,
HukumKepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm.27
Sudibyo Triatmodjo,
HukumKepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm.27
Salam, faisal, penyelesaian
sengketa pegawai negeri sipil di indonesia menurut undang-undang no 43 tahun
1999, mandar maju, bandung, 2003
M. Hadjon, Philipus et all,
Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjahmada University Press,
Yogyakarta, 2002