Rabu, 14 Februari 2018

NETRALITAS PNS (PEGAWAI NEGERI SIPIL)

TUGAS TERSTRUKTUR HUKUM KEPEGAWAIAN

SOAL:
1.             Dimana peraturan tentang netralitas?
2.             Mengapa sering terjadi pelanggaran?
3.             Apakah PNS seharusnya netral seperti TNI/POLRI?

JAWAB:
1.            Peraturan tentang netralitas:
1)             UU 43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat 1-3 antara lain :
(1) PNS harus Profesional,
(2) PNS harus Netral dan tidak diskriminatif,
(3) PNS dilarang menjadi anggota atau pengurus Porpol;
2)             UU 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, Pasal 84 (3,4 dan 5) yang berkaitan dengan PNS dan Kampanye serta Pasal 273 yang mengatur tentang sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 84.
3)             UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemda dalam Ps. 59 (5) huruf g antara lain menyatakan pasangan calon KEPDA & WAKEPDA yg berasal dari PNS harus mengundurkan diri dari jabatan negeri;
4)             PP No. 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin PNS.
5)             Peraturan Kepala BKN No. 10 Tahun 2005 Tentang PNS yang menjadi Calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah
6)             Surat Edaran MENPAN No. SE/08.A/M.PAN/5/2005 yang mengatur tentang Netralitas PNS dalam Pemilihan Kepala Daerah
2.            PNS sering melakukan pelanggaran karena adanya alasan yang mendasari yaitu sebagai berikut:
1)             Adanya pengaruh yang signifikan antara fungsi penegakan hukum dengan perbuatan pegawai yang melanggar peraturan, karena terdapatnya pengawasan yang kurang dan dapat diasumsikan bahwa:
(1)          Kurang responnya aparat terhadap sanksi, karena kurangnya pengawasan dari pihak yang terkait dan membiarkan pelanggaran terjadi.
(2)          Terdapatnya motivasi yang kurang dari PNS dikarenakan sistem yang tidak mewajibkan setiap pegawai untuk bekerja mengejar keuntungan bagi instansi sehingga tidak menuntut mereka untuk saling memberikan prestasi karena hasil yang diterima setiap bulannya relatif tidak berubah.
Hal ini berimbas pada kinerja yang hanya berorientasi pada hasil bukanlah proses penyelenggaraan pemerintahan yang menuntut adanya totalitas dalam penyelengaaran tugasnya.
2)             Pengaruh lingkungan kerja yang kurang kondusif. Adanya kecenderungan pegawai untuk membiarkan terjadinya pelanggaran karena menganggap bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang masih dapat ditolerir.
SUMBER:










3.        Analisis Netralitas PNS:
Ya, PNS Netral akan tetapi netralitas PNS berbeda dengan netralitas TNI/POLRI, karena dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan bahwa untuk menjaga netralitas, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Hal ini diperkuat dengan UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pasal 41 ayat 2 yang secara tegas melarang PNS menjadi pelaksana kampanye politik.
Namun dalam pasal 41 ayat 4 dan 5 menyebutkan bahwa PNS boleh menjadi peserta kampanye, dengan syarat tidak boleh menggunakan atribut parpol, pasangan calon, atau atribut PNS, serta dilarang mengerahkan PNS di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara. PNS dilarang mengajak orang lain untuk memilih partai atau calon termasuk mengajak keluarganya. Sementara PNS yang ingin menjadi anggota atau pengurus partai politik, dapat dilakukan dengan mengundurkan diri sebagai PNS.
Dengan demikian PNS sebagai warga negara yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, PNS boleh mengikuti kampanye namun dilarang menjadi pelaksana kampanye. Maka dari uraian di atas maka dapat di simpulkan bahwa PNS netral namun tidak secara absolut karena tetap mempunyai hak pilih dalam pemilu.
SUMBER:


CATATAN:
ini hanyalah tugas kuliah saya
jawaban belum pasti benar



SANKSI PIDANA KEPEGAWAIAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Pada era reformasi ini, upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis, bersih dan berwibawa telah menjadi prioritas utama bagi rakyat dan pemerintah Indonesia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di bidang pemerintahan telah terjadi perubahan yang mendasar melalui perwujudan tata pemerintahan yang demokratis dan baik ( democratic and good governance). Pemerintahan perlu memperoleh perhatian dalam upaya reformasi itu adalah penataan aparatur pemerintah. Pegawai negeri sipil sebagai alat pemerintah (aparatur pemerintah) memiliki keberadaan yang sentral dalam membawa komponen kebijaksanaan-kebijaksanaan atau peraturan pemerintah guna terealisasinya tujuan nasional. Komponen tersebut terakumulasi dalam berntuk pendistribusian tugas, fungsi, dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai negeri sipil sebagai penyelenggara kebijakan publik harus mampu menciptakan perubahan sistem dalam hukum kepegawaian dengan adanya penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban dari pegawai negeri sipil meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem dan penataan manajemen kepegawaian.

J.H.A. Logemann dalam “over the theorievan een stellig staatsrecht” (1984), berpendapat bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas public (openbare dienstbetrekking) dengan Negara.[1] Pengertian Pegawai Negeri Sipil dalam pengertian tentang makna Pegawai Negeri Sipil yang diberikan oleh Undang Undang, sedangkan pengertian ekstensif adalah pengertian perluasan yang dimaksud pegawai negeri dalam halhal tertentu, misalnya ketentuan Pasal 415-437. Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan lain-lain.[2]
Dalam makalah ini, kami akan memberikan judul makalah “ Sanksi Pidana Dalam Hukum Kepegawaian terhadap Seleksi Penerimaan Pegawai ASN”.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya, yaitu ;
1.      Apa pengertian ASN menurut UU No. 5 Tahun 2014?
2.      Bagaimana tata cara seleksi penerimaan pegawai ASN?
3.      Apa saja bentuk pelanggaran terhadap seleksi penerimaan pegawai ASN?
4.      Bagaimana sanksi pidana dalam hukum kepegawaian terhadap seleksi penerimaan pegawai ASN?
5.      Apakah sanksi pidana tersebut tidak bertentangan dengan konsep hukum administrasi negara?



C.     TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah yaitu ;
1.      Untuk memperoleh informasi pengertian ASN menurut UU No. 5 Tahun 2014;
2.      Untuk memperoleh informasi tata cara seleksi penerimaan pegawai ASN;
3.      Untuk memperoleh informasi bentuk pelanggaran terhadap seleksi penerimaan pegawai ASN;
4.      Untuk memperoleh informasi sanksi pidana dalam hukum kepegawaian terhadap seleksi penerimaan pegawai ASN;
5.      Untuk memperoleh informasi apakah sanksi pidana tersebut tidak bertentangan dengan konsep hukum administrasi negara.














BAB III
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ASN MENURUT UU NO. 5 TAHUN 2014
Menurut ketentuan umum Pasal 1 UU No. 5 Tahun 2014, Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
Sedangkan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B.     TATA CARA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI ASN
Untuk dapat mengetahui tata cara seleksi penerimaan pegawai negeri, maka sebaiknya kita dapat membedakan ASN tersebut. ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan egawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Tata cara seleksi penerimaan pegawai ASN dapat dilihat dalam UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 58 sampai dengan Pasal 67 mengenai tata cara seleksi penerimaan PNS, sedangkan Pasal 95 sampai dengan Pasal 100 mengenai tata cara seleksi penerimaan PPPK.



1.     Tata cara seleksi penerimaan PNS
Pasal 59


Setiap Instansi Pemerintah merencanakan pelaksanaan pengadaan PNS.
Pasal 60


Setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS.
Pasal 61


Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 62


1
Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan oleh jabatan.


2
Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang.
Pasal 63


1
Peserta yang lolos seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 diangkat menjadi calon PNS.


2
Pengangkatan calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.


3
Calon PNS wajib menjalani masa percobaan.


4
Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.
Pasal 64


1
Masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun.


2
Instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa percobaan.
Pasal 65


1
Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan:



a.
lulus pendidikan dan pelatihan; dan



b.
sehat jasmani dan rohani.


2
Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi PNS oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.


3
Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sebagai calon PNS.
Pasal 66


1
Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan sumpah/janji.



“Demi Allah/Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah/berjanji:



bahwa saya, untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah;



bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;



bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;



bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara".
Pasal 67


Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan PNS dan tata cara sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.     Tata cara seleksi penerimaan PPPK ;
Pasal 95


Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.


Pasal 97


Penerimaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.
Pasal 98


1)
Pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.


2)
Masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.
Pasal 99


1)
PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS.


2)
Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.














C.     BENTUK PELANGGARAN TERHADAP SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI ASN
Dalam proses seleksi penerimaan pegawai ASN tidak lepas dari adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh calon pegawai ASN kepada panitia penyeleksi pegawai ASN. Bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi saat seleksi penerimaan pegawai  ASN diantaranya:
1.      Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang yang dilakukan calon pegawai ASN kepada panitia penyeleksi agar diterima menjadi pegawai ASN;
2.      Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu. 
Hal ini dilakukan seperti manipulasi data-data calon pegawai ASN yang diserahkan kepada panitia seleksi dengan tujuan agar penilaian peserta seleksi lebih unggul dari peserta lain;
3.      Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional. 
Hal ini dapat juga terjadi dalam proses seleksi penerimaan pegawai ASN, hal ini biasanya dilakukan oleh penguasa/pegawai ASN yang menjadi panitia seleksi dengan maksud meminta sejumlah uang kepada calon pegawai ASN dengan cara paksa dan memudahkan  calon pegawai ASN untuk lolos seleksi;
4.      Gratifikasi
Dapat berupa pemberian hadiah kepada panitia penyelenggara seleksi pegawai ASN untuk tujuan penyuapan.
Dari bentuk pelanggaran di atas, lebih mengarah ke tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

D.    SANKSI PIDANA DALAM HUKUM KEPEGAWAIAN TERHADAP SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI ASN

Para PNS melakukan tindakan yaitu tidak memenuhi kewajibannya sebagai PNS dan melanggar yang seharusnya di patuhi, maka dapat dikenakan sanksi, yaitu “ tindakan-tindakan penghukuman untuk memaksa seseorang mentaati apa yang telah di tentukan “[3]. Terhadap pelanggaran seleksi penerimaan pegawai ASN yang dilakukan oleh calon pegawai ASN maupun panitia penyelenggara seleksi pegawai ASN dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi administrasi.
Sanksi pidana dapat diterapkan terhadap calon pegawai ASN maupun Panitia penyelenggara seleksi pegawai ASN apabila ada pengaduan dari pihak ketiga maupun para pihak itu sendiri dengan menunjukkan bukti yang akurat. Pemidanaan itu sendiri bisa berupa denda, kurungan, atau pidana penjara yang dilakukan melalui proses peradilan pidana. Sanksi yang diterapkan akan berdasar pada ketentuan – ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena  pelanggaran terhadap seleksi Pegawai Negeri Sipil dalam hal penerimaan pegawai biasanya termasuk dalam tindakan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Sanksi yg diberikan sesuai dengan Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 pasal 11.
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
E.     HUBUNGAN SANKSI PIDANA DENGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Sanksi pidana pelanggaran seleksi penerimaan pegawai ASN dipisahkan dari Hukum Administrasi Negara karena dalam hukum administrasi negara, sanksi yang diberikan terhadap pejabat pemerintah yang melakukan pelanggarah berupa sanksi administratif. Selanjutnya proses peradilannya pun berbeda, apabila ada pelanggaran pidana maka sanksi yang di berikan berasal dari proses peradilan pidana. Sedangkan apabila sanksi administratif diberikan melalui proses peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan pejabat atau badan tata usaha negara yang keluarkan di anggap benar menurut hukum selama belum dibuktikan atau dinyatakan sebagai keputusan yang bertentangan dengan hukum oleh hakim administratif[4]
Jika seorang pegawai ASN melakukan pelanggaran dalam seleksi penerimaan pegawai ASN sehingga dipidana, maka tidak ada hubungan dengan status jabatan sebagai pegawai ASN atau pejabat negara.










thesis.umy.ac.id/datapublik/t17692.html
Sudibyo Triatmodjo, HukumKepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm.27

Sudibyo Triatmodjo, HukumKepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm.27
Salam, faisal, penyelesaian sengketa pegawai negeri sipil di indonesia menurut undang-undang no 43 tahun 1999, mandar maju, bandung, 2003
M. Hadjon, Philipus et all, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjahmada University Press, Yogyakarta, 2002



[1] Sudibyo Triatmodjo, HukumKepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm.27.
[2] Sudibyo Triatmodjo, HukumKepegawaian mengenai Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Yudhistira, Jakarta, 1983, hlm.27
[3] Faisal salam, Penyelesaian sengketa pegawai negeri sipil di Indonesia menurut undang-undang no 43 tahun 1999, 2003, hal 92-93  
[4] Philipus M. Hadjon et all, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,hlm 275

HUKUM

lebih prioritaskan keluarga suami daripada istrinya sendiri

 lagi pengen curhat tapi yang orang terdekat gak tau. ya udah cerita disini aja. ada yang punya pengalaman sama gak sih? lagi viral juga soa...

BACA JUGA