BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Memperoleh layanan dan pelayanan yang baik dan layak adalah hak
setiap warga Negara. Di Indonesia, Hak Asasi Warga Negara atas kesehatan
tersirat dalam falsafah dan dasar Negara Pancasila sila ke-5, dan tercantum
dalam UUD 945 Pasal 28H dan Pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23 tahun 1992
yang kemudian diganti dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam UU
No. 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program Jaminan Kesehatan Sosial.
Yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat adalah
pemerintah yaitu dengan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan
perorangan.
Usaha
tersebut telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan berbagai bentuk
jaminan social di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT. Akses
(Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain Pegawai Negeri
Sipil, penerima Pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin
dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun skema
tersebut masih terbagi-bagi, biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit
terkendali.
Untuk itu, pada
Tahun 2004 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). UU No. 40 Tahun 2004 ini menyatakan bahwa jaminan social wajib
bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
juga menetapkan Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS yang
terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud BPJS Kesehatan itu?
2. Bagaimana jaminan kesehatan kaitannya dengan tenaga kerja?
III.
TUJUAN
1. Agar
pembaca mengetahui yang dimaksud BPJS Kesehatan.
2.
Agar pembaca mengetahui bagaimana jaminan kesehatan kaitannya dengan
tenag
BAB II
PEMBAHASAN
I.
PENGERTIAN BPJS KESEHATAN
BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan sosial
adalah Badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program sosial
dalam bidang kesehatan dan ketenagakerjaan.
Dalam UU No. 24 Tahun 2011
Pasal 1 menyebutkan “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya
disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial.
Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional BPJS merupakan sebuah lembaga hukum nirlaba untuk perlindungan sosial dalam menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS
Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik
Negara yang
ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
lainnya ataupun rakyat biasa.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di
Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. ASKES, dana tabungan dan
asuransi pegawai negeri PT. TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia PT. ASABRI dan lembaga jaminan sosial
ketenagakerjaan PT. JAMSOSTEK.
Jaminan Sosial dapat diartikan secara luas dan secara sempit, dalam
pengertian luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan
oleh masyarakat dan/atau pemerintah. Usaha-usaha tersebut oleh Sentanoe
Kertonegoro (1996:25) dikelompokkan dalam empat kegiatan usaha utama seagai
berikut:
1.
Usaha-usaha yang berupa
pencegahan dan pengembangan yaitu usaha-usaha dibidang kesehatan, keagamaan,
keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lain-lain ang dapat
dikelompokkan dalam Pelayanan Sosial (Social Service).
2.
Usaha-usaha yang berupa
pemulihan dan penyembuhan seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia,
yatim piatu, penderita cacat, dan berbagai ketentuan yang dapat disebut sebagai
Bantuan Sosial (Social Assistance).
3.
Usaha-usaha yang berupa
pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi, dan
lain-lain yang dapat dikategorikan sebagai Sarana Sosial (Social Infra
Structure).
4.
Usaha-usaha di bidang
perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditujukan untuk masyarakat tenaga
kerja yang merupakan inti tenaga pembangunan dan selalu menghadapi
resiko-resiko sosial ekonomis, digolongkan dalam Asuransi Sosial (Social
Insurance).[1]
II.
ASAS, TUJUAN,
DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
Asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan
Sistem Jaminan Sosial Nasional terdapat dalam UU No. 40 tahun 2004 Pasal 2,
Pasal 3, dan Pasal 4.
Pasal 2 Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pasal 3 Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.
Pasal 4 Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan
berdasarkan pada prinsip :
a.
kegotong-royongan;
b.
nirlaba;
c.
keterbukaan;
d.
kehati-hatian;
e.
akuntabilitas;
f.
portabilitas;
g.
kepesertaan bersifat wajib;
h.
dana amanat; dan
i.
hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan
III.
TUGAS DAN WEWENANG BPJS KESEHATAN
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai Penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan, berdarkan Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2011 BPJS
Kesehatan bertugas untuk:
1.
Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
2.
Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta;
3.
Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
4.
Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
5.
Mengumpulkan dan mengelola dana Peserta program Jaminan
Sosial;
6.
Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial;
7.
Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program
Jaminan Sosial kepada Peserta dan Masyarakat.
Dan berdasarkan Pasal 11 UU No. 24 Tahun 2011
dalam melaksanakan tugas, BPJS kesehatan berwenang untuk:
1.
Menagih pembayaran Iuran;
2.
Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka
pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
3.
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan
Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
4.
Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai
besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
5.
Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
6.
Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau
Pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
7.
Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang
mengenai ketidak patuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
8.
Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
IV.
JAMINAN KESEHATAN KAITANNYA DENGAN TENAGA KERJA
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas:
a.
Keselamatan dan kesehatan kerja;
b.
Moral dan kesusilaan; dan
c.
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai agama.
Keselamatan dan kesehatan kerja
diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang obtimal.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja
dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan
cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi.[2]
Kesehatan Kerja termasuk jenis perlindungan sosial karena
ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan,
yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan–pembatasan terhadap
kekuasaan pengusaha yang untuk memperlakukan pekerja/buruhnya sebagai makhluk
Tuhan yang mempunyai hak asasi.[3]
Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindungan sosial UU No. 13 Tahun
2003, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan
yang berkaitan dengan perlindungan sosial merupakan hukum umum
(Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan beberapa alasan
berikut:
1.
Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud
mlindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan masyarakat.
2.
Pekerja atau buruh Indonesia umumnya belum mempunyai
pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri.[4]
Keselamatan kerja tidak hanya memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah.
a.
Bagi pekerja atau buruh, adanya jaminan perlindungan
keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga
pekerja/buruh akan dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal
mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
b.
Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di
perusahaannya akan dapt mengurangi terjadinya kecellakaan yang dapat mengakibatkan
pengusaha harus memberikan jaminan sosial.
c.
Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan
ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah
untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya.[5]
BAB III
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
BPJS
atau Badan Penyelenggara Jaminan sosial
adalah Badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program sosial
dalam bidang kesehatan dan ketenagakerjaan.
Dalam UU No. 24 Tahun 2011
Pasal 1 menyebutkan “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya
disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial.
Keselamatan dan kesehatan kerja
diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang obtimal.
Upaya
keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.
Asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan
Sistem Jaminan Sosial Nasional terdapat dalam UU No. 40 tahun 2004 Pasal 2,
Pasal 3, dan Pasal 4.
Dalam Pasal 22 UU No. 40 Tahun 2004 disebutkan
bahwa manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa
pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Asyhadie, Zaeni, S.H., M. Hum. 2007. Hukum
Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Rusli, Hardijan. 2003. Hukum
Ketenagakerjaan 2003. Jakarta: Ghalia Indonesia
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
https://drive.google.com/file/d/0Bzt046lJwc-DTFctM3hLLXMyeW9EdkpMRGtGT
W5zaGM5ZFJ3/edit?pli=1
[1] Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang
Hubungan Kerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hal.102
[2] Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta: PT. Ghalia
Indonesia, Hal 108
[3] Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., 2007, Hukum Kerja, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Hal. 79