PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN
PERKARA PERDATA
mata kuliah ADR (ALTERNATIVE DISPUT RESOLUTION)/
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
mata kuliah ADR (ALTERNATIVE DISPUT RESOLUTION)/
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Di era modern
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sering kali terjadi dengan berbagai
alasan, baik permasalahan antar keluarga maupun masyarakat yang dipengaruhi
beberapa faktor. Dengan berbagai permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu
penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan.
Setiap orang
menghendaki adanya sistem peradilan modern yang efektif, efisien, transparan,
dan akuntabel. Terkait dengan sistem peradilan yang efektif dan efisien itulah
maka seseorang lebih memilih menyelesaikan sengketa di luar pengadilan atau non
litigasi, tujuannya agar cepat selesai dan biaya ringan, karena jika harus
diputus melalui pengadilan atau litigasi maka akan membutuhkan alur
penyelesaian sengketa yang lebih panjang.
Untuk mencapai
hal tersebut maka dibutuhkan suatu lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa
diluar pengadilan, salah satunya adalah dengan melalui mediasi. Mediasi sebagai
salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah
lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan,
pertanahan, perumahan, dan sebagainya yang merupakan perwujudan tuntutan
masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan efisien.[1]
Pada prinsipnya
mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan
yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak
berpihak (imparsial) serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang
bersengketa.[2]
Pengertian mediasi
secara lebih konkret dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 01 Tahun 2008. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara
di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah
penumpukan perkara di pengadilan, serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi
lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan
yang bersifat memutus.
Mediasi
dilakukan untuk menyelesaikan perkara-perkara perdata, akan tetapi saat ini ada
juga mediasi untuk permasalahan pidana yang disebut mediasi penal. Dalam
penyelesaian perkara perdata, mediasi dijadikan sebagai proses atau tahap awal
penyelesaian sengketa melalui pengadilan baik pengadilan negeri maupun
pengadilan Agama. Dari mediasi tersebut tergantung para pihaknya, apabila
mencapai kesepakatan maka akan diputus mediasi berhasil, akan tetapi apabila
tidak mencapai kesepakatan diantara para pihak maka akan dilanjutkan dengan
proses penyelesaian selanjutnya sesuai tata cara berproses di peradilan perdata.
Salah satu
mediasi yang berhasil adalah dalam Penetapan Nomor 0024/Pdt.G/2017/ PA Klk,
dimana antara Penggugat dan Tergugat mengalami permasalahan dalam rumah
tangganya. Bahwa pada tanggal 30 Maret 1986, Penggugat dan tergugat
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Kolaka, Kabupaten Kolaka dengan Akta Nikah Nomor
83/III/1986, bertanggal 31 Maret 1986, bahwa pada bulan Juli 2015 antara
Penggugat dan tergugat sering berselisih dan bertengkar sehingga tidak harmonis
lagi. Bahwa perselisihan tersebut disebabkan karena Tergugat selingkuh dan
menikah dengan wanita lain, selain itu Tergugat juga sering berkata-kata kasar
dan memukul Penggugat. Bahwa Penggugat pernah mengajukan permohonan perceraian
di Pengadilan Agama Kolaka namun perkara tersebut dicabut karena Pnggugat dan
Tergugat rukun kembali. Dari hasil mediasi, berhasil mencapai kesepakatan bahwa
Tergugat akan meninggalkan selingkuhannya dan tidak akan mengulangi sikap
Tergugat yang sering berkata kasar dan tidak akan memukul Penggugat lagi.
Kemudian Penggugat menyatakan mencabut perkaranya dengan alasan Penggugat dan
Tergugat telah rukun kembali.
Dari latar
belakang diatas, maka akan dibahas “Proses Mediasi Dalam Perkara Perdata” dalam
makalah ini.
II.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan Mediasi dalam Perkara Perdata?
2.
Bagaimana
proses mediasi dalam penyelesaian perkara perdata?
BAB II
PEMBAHASAN
I.
PENGERTIAN
MEDIASI
Mediasi berasal
dari bahasa Inggris “mediation” atau penengahan, yaitu penyelesaian sengketa
yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara
menengahi. Sedangkan secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa
Latin, “mediare” yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran
yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator harus berada pada posisi netral
dan tidak memilhak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus mampu menjaga
kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga
menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.[3]
Pihak ketiga
disebut mediator atau penengah, mempunyai tugas membantu pihak-pihak yang
bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak mempunyai kewenangan
untuk mengambil keputusan.4 Dalam mediasi, seorang mediator berperan membantu
para pihak yang bersengketa dengan melakukan identifikasi persoalan yang
dipersengketakan, mengembangkan pilihan, dan mempertimbangkan alternatif yang
dapat ditawarkan kepada para pihak untuk mencapai kesepakatan. Mediator dalam
menjalankan perannya hanya memiliki kewenangan untuk memberikan saran atau
menentukan proses mediasi dalam mengupayakan penyelesaian sengketa. Mediator
tidak memiliki kewenangan dan peran menentukan dalam kaitannya dengan isi
persengketaan, ia hanya menjaga bagaimana proses mediasi dapat berjalan,
sehingga menghasilkan kesepakatan (agreement) dari para pihak.
Dasar hukum
pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan hasil revisi
dari Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 (PERMA No. 2 Th. 2003), dimana
dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan Normatif
yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai sasaran maksimal yang diinginkan,
dan juga berbagai masukan dari kalangan hakim tentang permasalahan permasalahan
dalam PERMA tersebut. Dalam Pasal 1 Ayat 7 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan
mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Selain diatur
dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, mediasi juga diatur dalam Pasal 130 HIR atau
Pasal 154 RBG, yakni apabila berperkara di pengadilan tidak menempuh prosedur
mediasi, maka akan mengakibatkan putusan batal demi hukum.
II.
Pihak
dalam Mediasi
Pihak-pihak
dalam Mediasi antara lain:
a.
Pihak
yang bersengketa
Yaitu para
pihak yang ingin melakukan perdamaian melalui proses mediasi. Dalam
penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan, pada Peradilan tingkat Pertama
atau Pengadilan Negeri, dilakukan mediasi sebelun dilanjutkan dengan gugatan.
Apabila
tercapai perdamaian maka akan diputus oleh hakim, jika tidak maka dilanjutkan
dengan proses selanjutnya, yaitu pembacaan Gugatan dari Penggugat. Dalam
melakukan mediasi, para pihak harus hadir, apabila tidak hadir maka sidang akan
ditunda untuk memanggil kembali pihak yang tidak hadir agar hadir dalam
persidangan sebelum proses mediasi dilakukan.
b.
Mediator
a)
Pengertian
mediator
Mediator adalah
pihak netral yang membantu para pihak yang bersengketa dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
b)
Ciri-ciri
Mediator
Ciri-ciri penting
dari mediator adalah:
1.
Netral
2.
Membantu
para pihak
3.
Tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak
memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama
proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
c)
Tugas-tugas
Mediator
1.
Mediator
wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk
dibahas dan disepakati.
2.
Mediator
wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.
Apabila
dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.
4.
Mediator
wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan
mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
III.
PROSES
MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA
Tahapan mediasi
dijelaskan tentang tahap-tahap proses mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Agung berlangsung No. 1 Tahun 2008 pada Bab III Pasal 13 tentang Penyerahan
Resume Perkara dan Lama Proses Mediasi, sebagai berikut:
1.
Dalam
waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu
sama lain dan kepada mediator;
2.
Dalam
waktu paling sedikit 5 hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator,
masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang
ditunjuk;
3.
Proses
mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para
pihak atau ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 Ayat (5) dan (6);
4.
Atas
dasar kesepakatan para pihak, proses mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh
dengan menggunakan alat komunikasi;
5.
Jangka
waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara;
6.
Jika
diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan
secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.
Proses mediasi dalam hal ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pra
mediasi dan tahap mediasi.
1.
Pra
Mediasi
Pada hari
sidang yang telah ditentukan oleh para kedua belah pihak, maka majelis hakim
harus mewajibkan para pihak untuk melakukan agenda mediasi dulu. Kehadiran dari
pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi, sehingga majelis
hakim melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak
untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak
berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam
proses mediasi. Majelis Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk
memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi dan hakim wajib
menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA ini kepada para pihak yang bersengketa.
2.
Mediasi
Ketika para
pihak sepakat untuk melakukan proses mediasi, yang mana para pihak berkehendak
untuk mencapai kesepakatan penyelesaian atas sengketanya. Mediasi akan berjalan
dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:
a.
Mediator
adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak untuk mencapai
kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak;
b.
Mediator
tidak memberi nasehat atau pendapat hukum;
c.
Para
pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat para ahli baik dari sisi hukum
lainnya selama proses mediasi berlangsung;
d.
Mediator
tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap salah satu pihak dalam
kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak
sebagai arbiter atau kasus yang sama;
e.
Para
pihak paham agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan
proses komunikasi yang terbuka dan jujur, selanjutnya segala bentuk negosiasi
dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan
diperlukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia
Beberapa Poin Mediasi / Perdamaian
bahwa:
1.
Dalam
setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan, hakim
wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua belah pihak yang
berperkara tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat
dilakukan dalam sidang sidang berikutnya meskipun taraf pemeriksaan lebih
lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
2.
Jika
usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus dibacakan
terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan
putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian
tersebut.
3.
Akta/
putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat
dimintakan kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
4.
Akta/
putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan
peninjauan kembali.
5.
Jika
usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara
persidangan, selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan
surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan
menggunakan penterjemah (Pasal 131 HIR/Pasal 155 RBg).
6.
Khusus
untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri tersebut.
7.
Apabila
usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus dicabut,
apabila usaha perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang
yang tertutup untuk umum.
8.
Dalam
mengupayakan perdamaian digunakan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke
pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui perdamaian dengan
bantuan mediator (Pasal 2 ayat (3) PERMA).
9.
PERMA
No. 1 Tahun 2008 mengatur tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (lihat lampiran
file PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mediasi merupakan salah satu
penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan, selain itu mediasi
juga dapat dilakukan di peradilan tingkat pertama dalam hal penyelesaian
perkara perdata sebagai proses awal penyelesaian sengketa.
Mediasi merupakan suatu alternatif
penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk
membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif, yaitu sebagai penyambung
lidah para pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga yang membantu proses
mediasi disebut mediator, yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa
sebagai fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
Sutiyoso,
Bambang. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Yogyakarta: Gama Media
Abbas, Syahrizal.
2001. Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana
[1] Bambang
Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Gama Media, Yogyakarta, hal. 56.
[2] Ibid,
hal. 58
[3] Syahrizal
Abbas, 2001, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Kencana,
Jakarta, 2011, Hal. 1 dan 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar