Selasa, 03 September 2019

PERLAWANAN TIDAK DAPAT DITERIMA DALAM EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN


ABSTRAK
Dalam eksekusi Hak Tanggungan sering kali dijumpai permasalahan salah satunya karena pihak Terlelang tidak mengosongkan objek eksekusi secara suka rela sehingga melakukan upaya hukum berupa perlawanan. Penelitian hukum ini berjudul “Perlawanan yang Tidak Dapat Diterima dalam Eksekusi Hak Tanggungan (Studi Terhadap Putusan Negeri Purwokerto Nomor 01/Pdt.Plw/2015/PN.Pwt). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim yang menyatakan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima dalam Eksekusi Hak Tanggungan pada Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 01/Pdt.Plw/2015/PN.Pwt serta bagaimana akibat hukum bagi para pihak.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yaitu diperoleh dengan cara inventarisasi peraturan perundang-undangan, buku teks, jurnal, artikel, hasil penelitian sebelumnya, dan putusan hakim. Jenis dan data yang digunakan dalam menganalisis dan mengumpulkan data dilakukan dengan cara normatif kualitatif.
Hasil penelitian  dapat diketahui dari pertimbangan Majelis hakim dalam memutus perlawanan Pelawan menyatakan tidak dapat diterima karena Perlawanan Pelawan tidak memenuhi syarat formil berupa waktu pengajuan Perlawanan sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2014. Majelis hakim dalam mempertimbangkan putusannya telah sesuai dengan Pasal 136 HIR dan Pasal 200 ayat (11) HIR. Akibat hukum dari putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima, bagi Pelawan dapat mengajukan perlawanan kembali dengan cara memperbaiki formalitas perlawanannya dan menunggu hingga waktu diperbolehkannya mengajukan perlawanan yaitu setelah dikeluarkan Surat Penetapan Eksekusi Pengosongan oleh Pengadilan Negeri Purwokerto, atau terhadap Para Pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan upaya hukum banding.

Kata kunci: Perlawanan, Eksepsi, Eksekusi Hak Tanggungan
ABSTRACT
In the execution of the mastery object auction often have a problem. The problems in the auction occurs when the auction winner can’t master the auction object bought due to the discharge of his difficult and the existence of a lawsuit from the debtor or a third party. This study is to find out whyjudges give legal consideration and give decision that lawsuit from plaintiff  is unacceptable (Niet Onvankelijk Verklaard) against the verdict of  Purwokerto District Court case 01/Pdt.Plw/2015/PN.Pwt.
This study used juridical normative methodology. The technique of collecting the data was done by interviewing the informant of the study. The primary data source were the policies, archive, preaching and literature study. The technique of data analysis used an interactive analysis technique starting from the stage of data collection, data condensation, data presentation, verification, and the withdrawal of a conclusion.
The result of this research conclude that considerate from the panel of judges in deciding the resistance of this cases can not be accepted because doesn’t meet the formal requirements as arranged in SEMA number 4 year 2014. The panel of the judges considerate their decision based on Article 136 HIR and article 200 paragraph (11) HIR. The consequences of the law of a decision which states the lawsuit is unacceptable, for both who had problem may propose a fight back by fixing the formalities of his resistance and wait until the time allowed to take the opposition that is after the issuance of the Letter of Determination of Execution of Discharge by the Purwokerto District Court or against the Parties who object to being able to submit Legal appeal.

Keyword:exeception, execution of the mastery object auction


DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Harahap,  M  Yahya. 1993. Perlawanan terhadap Eksekusi Grosse Akta serta putusan Pengadilan dan arbitrase dan standar hukum eksekusi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Hernoko, Agus Yudha. 1998. Lembaga Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Penunjang Kegiatan Perkreditan Perbankan Nasional. Surabaya: Tesis Pascasarjana UNAIR
Supriadi. 2008. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika
Sutarno. 2004. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank. Bandung: Alfabeta
Triana, Nita. 2014. Mengembangkan Mediasi Sebagai Penyelesaian Konflik Ekonomi Syariah Untuk Mewujudkan Kemaslahatan. Laporan Hasil Penelitian Individual P3M STAIN Purwokerto
Peraturan Perundang-undangan:
HIR (Herzien Inlandsch Reglement)
RBg ( Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura)
SEMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 1/Pdt.Plw/2015/PN.Pwt

Senin, 12 Agustus 2019

PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA


PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN

PERKARA PERDATA
mata kuliah ADR (ALTERNATIVE DISPUT RESOLUTION)/
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I
PENDAHULUAN
I.              LATAR BELAKANG
Di era modern permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sering kali terjadi dengan berbagai alasan, baik permasalahan antar keluarga maupun masyarakat yang dipengaruhi beberapa faktor. Dengan berbagai permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan.
Setiap orang menghendaki adanya sistem peradilan modern yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Terkait dengan sistem peradilan yang efektif dan efisien itulah maka seseorang lebih memilih menyelesaikan sengketa di luar pengadilan atau non litigasi, tujuannya agar cepat selesai dan biaya ringan, karena jika harus diputus melalui pengadilan atau litigasi maka akan membutuhkan alur penyelesaian sengketa yang lebih panjang.
Untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan suatu lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa diluar pengadilan, salah satunya adalah dengan melalui mediasi. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, dan sebagainya yang merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan efisien.[1]
Pada prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.[2]
Pengertian mediasi secara lebih konkret dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan, serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus.
Mediasi dilakukan untuk menyelesaikan perkara-perkara perdata, akan tetapi saat ini ada juga mediasi untuk permasalahan pidana yang disebut mediasi penal. Dalam penyelesaian perkara perdata, mediasi dijadikan sebagai proses atau tahap awal penyelesaian sengketa melalui pengadilan baik pengadilan negeri maupun pengadilan Agama. Dari mediasi tersebut tergantung para pihaknya, apabila mencapai kesepakatan maka akan diputus mediasi berhasil, akan tetapi apabila tidak mencapai kesepakatan diantara para pihak maka akan dilanjutkan dengan proses penyelesaian selanjutnya sesuai tata cara berproses di peradilan perdata.
Salah satu mediasi yang berhasil adalah dalam Penetapan Nomor 0024/Pdt.G/2017/ PA Klk, dimana antara Penggugat dan Tergugat mengalami permasalahan dalam rumah tangganya. Bahwa pada tanggal 30 Maret 1986, Penggugat dan tergugat melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kolaka, Kabupaten Kolaka dengan Akta Nikah Nomor 83/III/1986, bertanggal 31 Maret 1986, bahwa pada bulan Juli 2015 antara Penggugat dan tergugat sering berselisih dan bertengkar sehingga tidak harmonis lagi. Bahwa perselisihan tersebut disebabkan karena Tergugat selingkuh dan menikah dengan wanita lain, selain itu Tergugat juga sering berkata-kata kasar dan memukul Penggugat. Bahwa Penggugat pernah mengajukan permohonan perceraian di Pengadilan Agama Kolaka namun perkara tersebut dicabut karena Pnggugat dan Tergugat rukun kembali. Dari hasil mediasi, berhasil mencapai kesepakatan bahwa Tergugat akan meninggalkan selingkuhannya dan tidak akan mengulangi sikap Tergugat yang sering berkata kasar dan tidak akan memukul Penggugat lagi. Kemudian Penggugat menyatakan mencabut perkaranya dengan alasan Penggugat dan Tergugat telah rukun kembali.
Dari latar belakang diatas, maka akan dibahas “Proses Mediasi Dalam Perkara Perdata” dalam makalah ini.

II.           Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.             Apa yang dimaksud dengan Mediasi dalam Perkara Perdata?
2.             Bagaimana proses mediasi dalam penyelesaian perkara perdata?























BAB II
PEMBAHASAN

I.              PENGERTIAN MEDIASI
Mediasi berasal dari bahasa Inggris “mediation” atau penengahan, yaitu penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi. Sedangkan secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, “mediare” yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memilhak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.[3]
Pihak ketiga disebut mediator atau penengah, mempunyai tugas membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.4 Dalam mediasi, seorang mediator berperan membantu para pihak yang bersengketa dengan melakukan identifikasi persoalan yang dipersengketakan, mengembangkan pilihan, dan mempertimbangkan alternatif yang dapat ditawarkan kepada para pihak untuk mencapai kesepakatan. Mediator dalam menjalankan perannya hanya memiliki kewenangan untuk memberikan saran atau menentukan proses mediasi dalam mengupayakan penyelesaian sengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan dan peran menentukan dalam kaitannya dengan isi persengketaan, ia hanya menjaga bagaimana proses mediasi dapat berjalan, sehingga menghasilkan kesepakatan (agreement) dari para pihak.
Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 (PERMA No. 2 Th. 2003), dimana dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan Normatif yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai sasaran maksimal yang diinginkan, dan juga berbagai masukan dari kalangan hakim tentang permasalahan permasalahan dalam PERMA tersebut. Dalam Pasal 1 Ayat 7 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Selain diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, mediasi juga diatur dalam Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBG, yakni apabila berperkara di pengadilan tidak menempuh prosedur mediasi, maka akan mengakibatkan putusan batal demi hukum.

II.           Pihak dalam Mediasi
Pihak-pihak dalam Mediasi antara lain:
a.              Pihak yang bersengketa
Yaitu para pihak yang ingin melakukan perdamaian melalui proses mediasi. Dalam penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan, pada Peradilan tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri, dilakukan mediasi sebelun dilanjutkan dengan gugatan.
Apabila tercapai perdamaian maka akan diputus oleh hakim, jika tidak maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya, yaitu pembacaan Gugatan dari Penggugat. Dalam melakukan mediasi, para pihak harus hadir, apabila tidak hadir maka sidang akan ditunda untuk memanggil kembali pihak yang tidak hadir agar hadir dalam persidangan sebelum proses mediasi dilakukan.
b.             Mediator
a)             Pengertian mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak yang bersengketa dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
b)            Ciri-ciri Mediator
Ciri-ciri penting dari mediator adalah:
1.             Netral
2.             Membantu para pihak
3.             Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
c)             Tugas-tugas Mediator
1.             Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2.             Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.             Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4.             Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

III.        PROSES MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA
Tahapan mediasi dijelaskan tentang tahap-tahap proses mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung berlangsung No. 1 Tahun 2008 pada Bab III Pasal 13 tentang Penyerahan Resume Perkara dan Lama Proses Mediasi, sebagai berikut:
1.             Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator;
2.             Dalam waktu paling sedikit 5 hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk;
3.             Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (5) dan (6);
4.             Atas dasar kesepakatan para pihak, proses mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi;
5.             Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara;
6.             Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

Proses mediasi dalam hal ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pra mediasi dan tahap mediasi.
1.             Pra Mediasi
Pada hari sidang yang telah ditentukan oleh para kedua belah pihak, maka majelis hakim harus mewajibkan para pihak untuk melakukan agenda mediasi dulu. Kehadiran dari pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi, sehingga majelis hakim melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Majelis Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi dan hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA ini kepada para pihak yang bersengketa.
2.             Mediasi
Ketika para pihak sepakat untuk melakukan proses mediasi, yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai kesepakatan penyelesaian atas sengketanya. Mediasi akan berjalan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut:
a.             Mediator adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak;
b.             Mediator tidak memberi nasehat atau pendapat hukum;
c.             Para pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat para ahli baik dari sisi hukum lainnya selama proses mediasi berlangsung;
d.            Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atau kasus yang sama;
e.             Para pihak paham agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur, selanjutnya segala bentuk negosiasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia

Beberapa Poin Mediasi / Perdamaian bahwa:
1.             Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan, hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan dalam sidang sidang berikutnya meskipun taraf pemeriksaan lebih lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
2.             Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.
3.             Akta/ putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
4.             Akta/ putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.
5.             Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara persidangan, selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penterjemah (Pasal 131 HIR/Pasal 155 RBg).
6.             Khusus untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri tersebut.
7.             Apabila usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus dicabut, apabila usaha perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang yang tertutup untuk umum.
8.             Dalam mengupayakan perdamaian digunakan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan agar semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator (Pasal 2 ayat (3) PERMA).
9.             PERMA No. 1 Tahun 2008 mengatur tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (lihat lampiran file PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan).





BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Mediasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan, selain itu mediasi juga dapat dilakukan di peradilan tingkat pertama dalam hal penyelesaian perkara perdata sebagai proses awal penyelesaian sengketa.
Mediasi merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif, yaitu sebagai penyambung lidah para pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga yang membantu proses mediasi disebut mediator, yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa sebagai fasilitator.


















DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008
Sutiyoso, Bambang. 2008. Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yogyakarta: Gama Media
Abbas, Syahrizal. 2001. Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana





[1] Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yogyakarta, hal. 56.
[2] Ibid, hal. 58
[3] Syahrizal Abbas, 2001, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2011, Hal. 1 dan 2.

HUKUM

lebih prioritaskan keluarga suami daripada istrinya sendiri

 lagi pengen curhat tapi yang orang terdekat gak tau. ya udah cerita disini aja. ada yang punya pengalaman sama gak sih? lagi viral juga soa...

BACA JUGA